Minggu, 14 Oktober 2012

Meningkatkan Kinerja Agroindustri di Sumut



Meningkatkan  Kinerja Agroindustri di Sumut


Oleh: Ir. A. Masir Harahap *)



Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa saat ini bangsa  Indonesia sedang menginjak babak baru menuju era industri. Struktur ekonomi yang semula didominasi oleh sektor pertanian secara perlahan-lahan dominasinya  digantikan  oleh sektor industri. Hal ini didasari oleh fakta penurunan pangsa pertanian dan sebaliknya peningkatan pangsa sektor industri.

Pendapat serupa dilontarkan oleh pengamat ekonomi ditingkat internasional, seperti bank Dunia. Lembaga itu menilai bahwa Indonesia merupakan salah satu negara baru yang menunjukan pertumbuhan industri mengagumkan dan merupakan pasar potensial bagi produk industri. Walaupun demikian, tentu hal itu jangan sampai hanya penilaian semu dan tidak signifikan. Karena perubahan struktur perekonomian tidak dapat ditentukan hanya oleh indikator Gross National Product (GNP) ataupun pertumbuhan sektor per sektor.  Ada dimensi lain yang mungkin tidak dapat diukur secara kuantatif oleh indikator yang ada.

Perbedaan


Perkembangan beberapa negara menuju kearah industrialisi memiliki konteks yang unik dan berbeda antara negara yang satu dan lainnya. Pada negara-negara Eropa, penemuan mesin dan teknologi manufaktur memiliki peran yang sangat besar dalam mendorong negara-negara tersebut memasuki bidang industri.  Penguasaan terhadap kedua hal ini menjadikan status dan posisinya sebagai negara industri tetap unggul dari negara lain.

Jepang, Taiwan dan Korea merupakan negara-negara yang menerapkan strategi imitasi digabung dengan penguasaan pasar dunia, sehingga mendorongnya menjadi negara-negara industrialis  terbesar di Asia  dan menjadi pesaing utama Amerika Serikat maupun negara-negara Eropa. Industralisasi Singapura boleh dikatakan telah terarah dengan sendirinya. Hal itu di mungkinkan oleh posisi geografisnya yang strategis bagi perdagangan dunia.

Bagi Indonesia, tahap kearah industrialisasi  sudah diarahkan sejak PJPT I dirumuskan. Arah pembangunan menuju industrialisasi yang didukung oleh sektor pertanian tangguh merupakan keputusan yang strategis dan sangat tepat. Keseimbangan antara pertanian dan industri memberikan ketahanan ekonomi secara nasional sekaligus membedakannya dari negara lain.

Untuk mewujudkan dan mempercepat proses industrialisasi perlu suatu dorongan yang kuat. Pengembangan agroindustri dinilai sebagai salah satu alternatif yang sangat tepat dan diperkirakan mampu  memberikan percepatan ke arah  industrialisasi dengan dukungan pertanian yang tangguh.

Argumentasinya, pengembangan agroindustri sebagai sektor andalan menjamin kesinambungan pembangunan yang telah dicanangkan  sejak Pelita I. Dengan kata lain, apa pun yang teal di upayakan sebelumnya merupakan dan menjadi dasar yang kuat bagi upaya  dimasa datang. Apa yang teal di kembangkan sebelumnya merupakan modal untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi bagi pembangunan ekonomi  Indonesia selanjutnya.
 
Sektor Andalan

Sektor andalan yang dapat  mengantar kearah  tahap industrialisasi seyogianya memiliki ciri-ciri : Pertama, sektor  tersebut memang merupakan kekuatan dan mampu memberikan nilai  tambah yang tinggi; Kedua, memiliki kemampuan untuk mengembangkan kedepan (forward linkage) dan/atau pengembangan ke belakang  (backward linkage) sehingga punya dampak pengganda yang besar di bandingkan dengan sektor lainnya; Ketiga, memiliki potensi pasar besar di masa datang, baik ditingkat nasional maupun internasional; dan Keempat, mampu menjamin kesinambungan pembangunan dan memberikan peningkatan kesejahteraan dan pemerataan.

Agroindustri adalah industri yang memproduksi bahan-bahan dalam kegiatan usaha tani (on farm)  dan meningkatkan nilai tambah hasil-hasil pertanian melalui pengolahan lebih lanjut ataupun memberikan jasa kepadanya. Agroindustri sendiri memiliki spektrum kegiatan yang luas. Ia dapat termasuk kegiatan yang menggunakan teknologi canggih, menengah maupun sederhana, dapat memenuhi pasar yang terbatas pada tingkat nasional maupun internasional, menghasilkan produk  yang langsung dapat di konsumsi (final goods)  maupun produk antara (intermediate goods).

Agroindustri jelas merupakan sektor yang memenuhi syarat di atas.  Karena titik berat subsektor  ini adalah pertanian dan disinilah Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Nilai tambah (value added) yang diberikan sektor ini  memang sangat bervariasi, tergantung dari posisi kegiatan agroindustri dan kecanggihan proses atau pemberian jasa lebih lanjut bagi produk-produk pertanian. Kegiatan industri penggilingan kopi, misalnya, memberikan nilai tambah yang lebih kecil dibanding kegiatan pengolahan  kopi bubuk dengan perlakuan berbagai bahan  penambah cita rasa. Demikian pula dampak kaitan ke belakang  dan kedepan subsektor agroindustri, baik yang langsung maupun yang tidak langsung, juga cukup beragam Industri pembuatan saus tomat, umpamanya, memiliki kaitan ke belakang yang lebih besar dibanding industri pengepakan dan pengawetan tomat.

Keluasan bidang agroindustri bersifat dinamis dan selalu berkembang tergantung dari kemampuan  inovatif dan penemuan teknologi baru, serta pemahaman dan penguasaan  pasar. Sementara itu, perbaikan ekonomi dan kondisi sosial menentukan potensi besar dan income elasticity  produk.

Karena itu, peluang pengembangannya jelas ditentukan oleh kemampuan untuk menemukan dan menciptakan produk-produk baru agroindustri. Pengembangan agroimdustri dalam industrialisasi bukanlah pembangunan yang bersifat fisik semata. Pengembangan agroindustri tidak hanya berkaitan dengan jumlah pabrik pengolahan yang teal dibangun, juga dari keterkaitannya dengan pelaku  lain di tingkat bawah, usaha kecil dan petani.


Orientasi

Ketersediaan teknologi dan keunggulan sumber daya alam memang bukan factor satu-satunya penentu keberhasilan pengembangan agroindustri. Tercapainya pembangunan industri seperti yang diharapkan memerlukan nilai –nilai sosial-institusional yang mendukung dan kondusif untuk pengembangan lebih lanjut. Kesiapan untuk menghadapinya justru merupakan faktor yang sangat kritis.  Kesiapan secara sosial dan instutisional menentukan tingkat keefisienan  yang dapat di capai, diraih, kinerja output yang dapat ditampilkan, kemampuan produk berkompetisi di pasaran.

Kesiapan secara sosial  adalah kesadaran dan kemauan pengelola, pelaksana dan pekerja di sektor agroindustri  untuk mengupayakan kinerja maksimal, sehingga menghasilkan produk yang  kompetitif   dan disukai konsumen. Orientasi terhadap kinerja dan terhadap persaingan merupakan dua faktor yang harus dimiliki industri ini agar dapat menembus pasar global.

Dua hal ini memerlukan kemauan dan kemampuan  untuk selalu memberikan hasil terbaik, kualitas bermutu, dan ketersediaannya. Kontrol terhadap mutu merupakan konsekuensi yang tidak dapat di tawar.

Dua hal itu juga membawa implikasi bahwa pengusahaan industri ini harus dilakukan secara jujur dan sportif. Sifat-sifat yang eksploitatif, tidak mengindahkan aspek kesinambungan, justru menjadi ancaman serius bagi industri ini dalam jangka panjang. Sebaliknya, usaha  untuk selalu mengantisipasi perubahan lingkungan yang dijiwai oleh setiap pengelolanya, menjadi pendorong kemajuan usaha. Etos kerja yang baik, disiplin dan organisasi merupakan prasyarat untuk mencapai kinerja yang maksimal.

Masalahnya, tidak semua pelaku yang terlibat dalam pengembangan agroindustri menerima konsepsi itu. Bagi industri yang sudah mapan, profesional, dan berorientasi pada pasar internasional, Kedua hal tersebut mungkin sudah diterapkan dan bahkan menjadi kebiasaan. Namun, lain halnya dengan pelaku di tingkat pedesaan  atau petani, atau industri pertanian berskala menengah kebawah.

Produk yang mereka hasilkan sering masih berorientasi pada pasar lokal maupun nasional. Biasanya kedua hal itu tidak banyak mendapatkan perhatian, karena konsumen yang mereka hadapi memang tidak mensyarat kualitas secara ketat. Namun, bila tingkat preferensi konsumen berubah karena perubahan status ekonominya, produktivitas kegiatan agroindustri baik yang berskala kecil maupun berskala besar  sehingga berorientasi pada kinerja dan kompetisi. Selain itu, untuk menyiapkan dan membentuk tenaga-tenaga kerja terampil dan profesional di bidang agroindustri. Untuk mencapai hal itu, jelas tidak mudah. Karena menyangkut pengubahan perilaku manusia. Namun, bukan berarti tidak mungkin untuk dilaksanakan.

Upaya pemerintah membentuk sistem kelembagaan yang memungkinkan kerjasama saling menguntungkan dan bersifat sinergis antara pengusaha besar dan pengusaha kecil atau petani memiliki peluang besar sebagai basis pengembangan agroindustri seperti yang di inginkan. Diharapkan hal itu memungkinkan pelaku agroindustri pada skala tingkatannya kian dapat bekerja sama, yang kuat mengangkat yang lemah, yang pintar mengajari yang kurang pintar, yang sudah berkembang menolong yang belum berkembang dan seterusnya. Sehingga pada akhirnya semua subsistem dan elemen yang terlibat di dalamnya, memiliki orientasi pada kinerja dan mencapai produktivitas yang optimal.

*)         Direktur Pusat Pengembangan Agribisnis Cabang Sumut

LUMBUNG DESA SEBAGAI SOLUSI FLUKTUASI HARGA GABAH/BERAS



LUMBUNG DESA SEBAGAI SOLUSI FLUKTUASI HARGA GABAH/BERAS
Oleh: A. Masir Harahap dan Afsdyah Eky Vitalina *)


Pada masa ini, sektor pertanian seperti halnya pada masa-masa lalu, memiliki peranan penting dan strategis dalam pemulihan maupun pengembangan perekonomian nasional. Di propinsi Sumatera Utara, sektor pertanian sampai saat ini masih memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri (yang termasuk didalamnya agroindustri/industri hasil pertanian) terhadap PDRB daerah. Sisi penting dan strategis dari peranan sektor pertanian adalah dalam bidang penyediaan pangan, sebab penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.  Pada tingkat makro, hal ini berarti perlu diupayakan 2 (dua) hal; Pertama, peningkatan suplai bahan makanan sejalan dengan peningkatan konsumsi dengan tetap mempertahankan tingkat harga yang wajar, dan kedua, pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan sehingga daya beli untuk menyerap peningkatan suplai tersebut cukup dan tersebar merata.

Pemenuhan kebutuhan pangan itu sendiri pada hakekatnya memiliki 3 (tiga) persyaratan.  Pertama, dari waktu ke waktu jumlah total pangan yang tersedia secara umum seimbang dengan jumlah total yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kedua, harga pangan di samping harus mendorong produksi, terjangkau dan cukup stabil. Ketiga, daya beli untuk memperoleh pangan harus tersebar merata diantara penduduk sehingga akses terhadap suplai pangan merata.  Swasembada pangan menjamin syarat yang pertama, yaitu produksi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi secara total. Sedangkan kebijakan harga yang tepat serta distribusi pendapatan yang merata menjamin syarat yang kedua dan ketiga, yaitu bahwa produksi yang secara total cukup itu akan dapat didistribusikan kepada para konsumennya secara merata dan dengan harga yang wajar dan stabil.

Swasembada Beras

Swasembada beras yang telah dicapai sejak tahun 1984 tetapi tidak dapat kita pertahankan terutama menjelang akhir abad 20 merupakan sasaran yang harus diperjuangkan lagi di masa mendatang.  Hal ini perlu ditekankan mengingat terdapat kenyataan bahwa produksi beras dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi, baik yang disebabkan karena iklim, hama, atau faktor-faktor lainnya seperti halnya bencana alam.  Kondisi tersebut sudah merupakan ciri khas produksi komoditas pertanian.
______________
*) Peneliti pada Pusat Pengembangan Agribisnis Cabang Sumatera Utara
Swasembada beras yang pernah dicapai merupakan suatu keberhasilan upaya pemenuhan kebutuhan pangan secara nasional. Namun demikian perlu disadari bahwa di tahun-tahun mendatang peningkatan produksi beras akan bertambah sulit atau menjadi semakin mahal karena berbagai kendala, seperti keterbatasan dan konversi lahan produktif, kelangkaan sumberdaya air, makin sulitnya terobosan teknologi baru, dan sebagainya. Di tengah banyaknya kendala tersebut, peningkatan produksi gabah/beras tetap harus diupayakan untuk memenuhi konsumsi penduduk Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya.  Upaya tersebut dapat berupa pencetakan sawah baru, membangun jaringan irigasi lebih banyak, memperbaiki kualitas dan kuantitas sarana produksi, serta memperbaiki teknologi budidaya dan pasca panen, yang kesemuanya itu akan membawa implikasi terhadap meningkatnya biaya produksi, yang pada gilirannya akan meningkatkan harga beras.

Agribisnis Perberasan

Salah satu dari sepuluh program percepatan pemulihan ekonomi nasional yang sedang dicanangkan pemerintah adalah meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Untuk mewujudkan hal ini, pengembangan agribisnis petani termasuk agribisnis beras menjadi salah satu kegiatan ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Agribisnis beras berkaitan dengan konsumsi beras yang melibatkan 200 juta lebih penduduk Indonesia dan melibatkan jutaan petani padi dalam kegiatan produksinya.

Sampai saat ini masalah agribisnis perberasan nasional termasuk di Sumatera Utara tetap belum terpecahkan. Diperkirakan dan bahkan telah terjadi pada musim panen raya bulan Februari dan Maret ini seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, harga gabah di tingkat petani merosot tajam bahkan anjlok, sehingga kesejahteraan dan kepentingan ekonomi petani dirugikan. Pada musim tanam 1999/2000 harga gabah kering panen berkisar antara Rp. 700-800,- per kg, padahal harga gabah yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Inpres No. 32 Tahun 1998 adalah sebesar Rp. 1400-1500,-. 

Membanjirnya beras petani di pasar yang sebenarnya berdampak positif bagi perekonomian nasional karena berkurangnya impor beras, tidak dirasakan langsung oleh petani karena harga gabahnya anjlok dan tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.  Sedangkan di musim paceklik yang biasanya disertai kenaikan harga beras dan meningkatnya impor beras akan merugikan kepentingan ekonomi nasional khususnya konsumen beras termasuk petani itu sendiri.

Propinsi Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi sentra penghasil padi dengan total luas lahan (sawah dan lahan kering) pada tahun 1999 sebesar 1,66 Juta Ha, memproduksi padi/gabah sebanyak 3,4 Juta Ton.

Produksi padi sawah selama 5 (lima) tahun (1995-1999) di Propinsi Sumatera Utara menurut ranking Kabupaten/Kotamadya adalah:

No.
Kabupaten/
Kotamadya
1995
(Ton)
1996
(Ton)
1997
(Ton)
1998
(Ton)
1999
(Ton)
Rataan Pertumbuhan (%)
1
Deli Serdang
653.249
644.004
659.389
665.004
675.286
0.84
2
Tapanuli Selatan
421.777
417.510
448.292
470.864
502.765
4.54
3
Simalungun
349.752
321.812
349.666
338.222
471.813
9.22
4
Asahan
323.061
322.609
327.956
338.009
352.086
2.19
5
Langkat
275.770
314.540
311.700
358.766
343.349
5.99
6
Labuhan Batu
307.336
307.747
305.134
349.706
340.870
2.84
7
Tapanuli Utara
237.939
258.979
267.919
249.852
188.856
-4.72
8
Nias
83.779
95.424
91.222
93.954
108.215
6.92
9
Tapanuli Tengah
85.311
92.371
96.253
103.607
103.796
5.08
10
Dairi
61.165
64.354
59.829
59.376
72.279
4.79
11
Karo
80.272
64.541
54.247
75.723
62.540
-3.34
12
Medan
33.650
23.414
24.568
22.786
26.569
-4.04
13
Binjai
13.681
13.864
15.642
16.645
17.836
6.93
14
Pematang Siantar
24.358
14.428
18.700
20.761
16.054
-5.70
15
Tanjung Balai
5.175
4.030
7.930
7.628
7.350
16.80
16
Tebing Tinggi
8.005
7.054
7.885
8.641
6.915
-2.62
17
Mandailing Natal
-
-
-
-
-
0.00
18
Toba Samosir
-
-
-
-
-
0.00
19
Sibolga
-
-
-
-
-
0.00

Jumlah/Total
2.964.280
2.966.681
3.046.330
3.144.544
3.296.579
2.70
Sumber : BPS Sumut (Diolah)

Pertumbuhan produksi padi sawah di Sumatera Utara yang rata-rata meningkat sebesar 2,7 %  selama lima tahun terakhir (1995-1999) belum secara signifikan meningkatkan kesejahteraan petani padi serta menguntungkan konsumen beras Sumatera Utara.




Pengembangan Lumbung Desa

Hasil pertanian seperti padi/gabah yang bersifat voluminous, menghendaki adanya ruangan penyimpanan yang relatif luas.  Belum lagi sifatnya yang mudah rusak karena serangan hama, mekanis, kimiawi maupun disebabkan faktor alam lainnya, sehingga menjadikan hasil-hasil pertanian merupakan produk yang beresiko tinggi terhadap kerusakan.  Hal ini mengharuskan petani bersifat hati-hati dan selalu waspada.  Oleh karena itu, umumnya petani tidak mau repot-repot seperti halnya Gus Dur. Setelah panen, mereka langsung menjual hasilnya walaupun dengan harga lebih rendah, kemudian uang hasil penjualan di simpan di Bank atau dibelikan barang yang dirasa bermanfaat dan dapat dijual di saat musim paceklik.

Sebenarnya terdapat peluang untuk mengatasi gejolak tersebut diatas yaitu dengan mengembangkan lumbung desa sebagai suatu lembaga perekonomian desa. Lumbung desa didirikan dan dikelola oleh masyarakat desa khususnya petani sebagai usaha bersama untuk menyimpan hasil produksi pertanian yang dikembangkan lebih lanjut menjadi lembaga perkreditan desa terutama dalam bentuk "natura". Lumbung desa diperlukan dalam rangka mengatasi kebutuhan ekonomi petani pada waktu-waktu kritis seperti pada musim paceklik, panen puso, kemarau panjang, dan lain-lain.  Pada lumbung desa, penghimpunan modal dilakukan melalui swadaya murni masyarakat petani. Melalui lumbung desa pinjaman yang diberikan kepada petani meliputi bibit, pupuk, dan sarana produksi pertanian lainnya, termasuk permodalan.  Disamping itu, dalam kondisi tertentu lumbung desa juga menyediakan pinjaman untuk keperluan konsumsi rumah tangga dalam bentuk "in-natura". Secara keseluruhan, lumbung desa ini merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam menunjang swasembada pangan.

Pada saat ini, kelompok-kelompok tani yang dikembangkan  umumnya kurang perhatian terhadap pengembangan lumbung desa. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya untuk mendirikan lumbung desa diperlukan kekompakan diantara petani dan ketrampilan dalam manajemen usaha, termasuk pengetahuan di bidang teknologi pasca panen.  Oleh karenanya, untuk menggalakkan lumbung desa agar berpartisipasi dalam pengadaan pangan dan peningkatan pendapatan petani, perlu adanya pembinaan terhadap mereka, baik dari aspek teknis yang meliputi pengeringan, transportasi, pergudangan/penyimpanan, penggilingan, pengepakan, dan pengendalian mutu; aspek kelembagaan yang meliputi kelembagaan lumbung desa dan keuangan; dan aspek organisasi dan manajemen yang meliputi pemasaran, pembiayaan dan administrasi serta pembagian keuntungan.

Salah satu alternatif pengembangan lumbung desa dengan sistem manajemen stok dan distribusi optimal yang dapat dikembangkan ke depan adalah pengembangan sistem lumbung desa modern yang disebut dengan warehouse received system (WRS) yang mengintegrasikan fungsi pengeringan, penyimpanan, distribusi, pembiayaan dan stabilisasi sedemikian rupa sehingga kepentingan petani padi dan konsumen beras terakomodasikan secara bersamaan.

Selama ini sistem manajemen stok dan distribusi beras di Indonesia dilakukan oleh sejumlah kalangan, antara lain para pedagang, BULOG beserta jajarannya. Kenyataan menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi petani padi dan konsumen beras belum sepenuhnya terpenuhi. Dengan segala keterbatasannya apalagi sering dilanda dan menimbulkan masalah, BULOG juga tidak mampu menangani seluruh hasil panen petani. Oleh karena itu, kebutuhan sistem manajemen stok dan distribusi beras melalui pengembangan sistem kelembagaan lumbung desa modern menjadi semakin penting.

Pengembangan sistem kelembagaan lumbung desa dinilai menjadi pilihan yang tepat karena sudah lama dikenal dan merupakan bagian budaya masyarakat Indonesia termasuk di Sumatera Utara, sehingga diharapkan lebih mudah dikembangkan dan diadopsi oleh masyarakat. Disamping itu, pengembangan lumbung desa juga dapat sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan fasilitas pembangunan pertanian di pedesaan seperti gudang-gudang KUD yang sebenarnya telah cukup memadai dan dibangun dengan biaya yang cukup besar tetapi banyak yang idle (terbengkalai).  Selain itu, pengalaman beberapa negara tetangga yang mengembangkan kelembagaan serupa seperti Jepang, Cina dan Taiwan terbukti cukup efektif untuk mengakomodasikan kepentingan petani padi dan konsumen berasnya. Namun demikian, pengembangan ini perlu dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan keragaman wilayah dan kelembagaan yang sudah ada.

Penutup

Pengembangan lumbung desa yang bertujuan untuk membangun sistem manajemen/pengelolaan stok dan distribusi gabah/beras, mampu mendorong aktivitas perekonomian terutama di pedesaan khususnya bagi kepentingan ekonomi petani padi dan konsumen beras.

Dalam pelaksanaan pengembangan lumbung desa, diperlukan kesiapan dan keterpaduan seluruh pihak yang terkait terutama petani itu sendiri dalam rangka peningkatan kesejahteraannya secara berkelanjutan.