LUMBUNG DESA SEBAGAI SOLUSI FLUKTUASI HARGA
GABAH/BERAS
Oleh: A. Masir Harahap dan Afsdyah Eky Vitalina *)
Pada masa ini, sektor pertanian seperti
halnya pada masa-masa lalu, memiliki peranan penting dan strategis dalam
pemulihan maupun pengembangan perekonomian nasional. Di propinsi Sumatera
Utara, sektor pertanian sampai saat ini masih memberikan kontribusi terbesar
kedua setelah sektor industri (yang termasuk didalamnya agroindustri/industri
hasil pertanian) terhadap PDRB daerah. Sisi
penting dan strategis dari peranan sektor pertanian adalah dalam bidang
penyediaan pangan, sebab penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional.
Pada tingkat makro, hal ini berarti perlu diupayakan 2 (dua) hal; Pertama, peningkatan suplai
bahan makanan sejalan dengan peningkatan konsumsi dengan tetap mempertahankan
tingkat harga yang wajar, dan kedua, pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan
sehingga daya beli untuk menyerap peningkatan suplai tersebut cukup dan tersebar
merata.
Pemenuhan kebutuhan
pangan itu sendiri pada hakekatnya memiliki 3 (tiga) persyaratan. Pertama,
dari waktu ke waktu jumlah total pangan yang tersedia secara umum seimbang
dengan jumlah total yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kedua, harga pangan di samping harus
mendorong produksi, terjangkau dan cukup stabil. Ketiga, daya beli untuk memperoleh pangan harus tersebar merata
diantara penduduk sehingga akses terhadap suplai pangan merata. Swasembada pangan menjamin syarat yang pertama,
yaitu produksi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi secara total.
Sedangkan kebijakan harga yang tepat serta distribusi pendapatan yang merata
menjamin syarat yang kedua dan ketiga, yaitu bahwa produksi yang secara total
cukup itu akan dapat didistribusikan kepada para konsumennya secara merata dan
dengan harga yang wajar dan stabil.
Swasembada Beras
Swasembada beras yang telah
dicapai sejak tahun 1984 tetapi tidak dapat kita pertahankan terutama menjelang
akhir abad 20 merupakan sasaran yang harus diperjuangkan lagi di masa
mendatang. Hal ini perlu ditekankan
mengingat terdapat kenyataan bahwa produksi beras dari tahun ke tahun selalu
berfluktuasi, baik yang disebabkan karena iklim, hama, atau faktor-faktor
lainnya seperti halnya bencana alam.
Kondisi tersebut sudah merupakan ciri khas produksi komoditas pertanian.
______________
*)
Peneliti pada Pusat Pengembangan Agribisnis Cabang Sumatera Utara
Swasembada beras yang pernah
dicapai merupakan suatu keberhasilan upaya pemenuhan kebutuhan pangan secara nasional.
Namun demikian perlu disadari bahwa di tahun-tahun mendatang peningkatan
produksi beras akan bertambah sulit atau menjadi semakin mahal karena berbagai
kendala, seperti keterbatasan dan konversi lahan produktif, kelangkaan
sumberdaya air, makin sulitnya terobosan teknologi baru, dan sebagainya. Di
tengah banyaknya kendala tersebut, peningkatan produksi gabah/beras tetap harus
diupayakan untuk memenuhi konsumsi penduduk Indonesia umumnya dan Sumatera
Utara khususnya. Upaya tersebut dapat
berupa pencetakan sawah baru, membangun jaringan irigasi lebih banyak,
memperbaiki kualitas dan kuantitas sarana produksi, serta memperbaiki teknologi
budidaya dan pasca panen, yang kesemuanya itu akan membawa implikasi terhadap
meningkatnya biaya produksi, yang pada gilirannya akan meningkatkan harga
beras.
Agribisnis Perberasan
Salah satu dari sepuluh program percepatan
pemulihan ekonomi nasional yang sedang dicanangkan pemerintah adalah
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Untuk mewujudkan hal ini,
pengembangan agribisnis petani termasuk agribisnis beras menjadi salah satu
kegiatan ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional.
Agribisnis beras berkaitan dengan konsumsi beras yang melibatkan 200 juta lebih
penduduk Indonesia dan melibatkan jutaan petani padi dalam kegiatan
produksinya.
Sampai saat ini masalah agribisnis
perberasan nasional termasuk di Sumatera Utara tetap belum terpecahkan.
Diperkirakan dan bahkan telah terjadi pada musim panen raya bulan Februari dan Maret ini seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, harga gabah di
tingkat petani merosot tajam bahkan anjlok, sehingga kesejahteraan dan
kepentingan ekonomi petani dirugikan. Pada musim tanam 1999/2000 harga gabah
kering panen berkisar antara Rp. 700-800,- per kg, padahal harga gabah yang
ditetapkan oleh pemerintah melalui Inpres No. 32 Tahun 1998 adalah sebesar Rp.
1400-1500,-.
Membanjirnya beras petani di pasar yang
sebenarnya berdampak positif bagi perekonomian nasional karena berkurangnya
impor beras, tidak dirasakan langsung oleh petani karena harga gabahnya anjlok
dan tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Sedangkan di musim paceklik yang biasanya
disertai kenaikan harga beras dan meningkatnya impor beras akan merugikan
kepentingan ekonomi nasional khususnya konsumen beras termasuk petani itu
sendiri.
Propinsi Sumatera Utara sebagai salah satu
propinsi sentra penghasil padi dengan total luas lahan (sawah dan lahan kering)
pada tahun 1999 sebesar 1,66 Juta Ha, memproduksi padi/gabah sebanyak 3,4 Juta
Ton.
Produksi padi sawah selama 5 (lima) tahun
(1995-1999) di Propinsi Sumatera Utara menurut ranking Kabupaten/Kotamadya
adalah:
No.
|
Kabupaten/
Kotamadya
|
1995
(Ton)
|
1996
(Ton)
|
1997
(Ton)
|
1998
(Ton)
|
1999
(Ton)
|
Rataan Pertumbuhan (%)
|
1
|
Deli Serdang
|
653.249
|
644.004
|
659.389
|
665.004
|
675.286
|
0.84
|
2
|
Tapanuli Selatan
|
421.777
|
417.510
|
448.292
|
470.864
|
502.765
|
4.54
|
3
|
Simalungun
|
349.752
|
321.812
|
349.666
|
338.222
|
471.813
|
9.22
|
4
|
Asahan
|
323.061
|
322.609
|
327.956
|
338.009
|
352.086
|
2.19
|
5
|
Langkat
|
275.770
|
314.540
|
311.700
|
358.766
|
343.349
|
5.99
|
6
|
Labuhan Batu
|
307.336
|
307.747
|
305.134
|
349.706
|
340.870
|
2.84
|
7
|
Tapanuli Utara
|
237.939
|
258.979
|
267.919
|
249.852
|
188.856
|
-4.72
|
8
|
Nias
|
83.779
|
95.424
|
91.222
|
93.954
|
108.215
|
6.92
|
9
|
Tapanuli Tengah
|
85.311
|
92.371
|
96.253
|
103.607
|
103.796
|
5.08
|
10
|
Dairi
|
61.165
|
64.354
|
59.829
|
59.376
|
72.279
|
4.79
|
11
|
Karo
|
80.272
|
64.541
|
54.247
|
75.723
|
62.540
|
-3.34
|
12
|
Medan
|
33.650
|
23.414
|
24.568
|
22.786
|
26.569
|
-4.04
|
13
|
Binjai
|
13.681
|
13.864
|
15.642
|
16.645
|
17.836
|
6.93
|
14
|
Pematang Siantar
|
24.358
|
14.428
|
18.700
|
20.761
|
16.054
|
-5.70
|
15
|
Tanjung Balai
|
5.175
|
4.030
|
7.930
|
7.628
|
7.350
|
16.80
|
16
|
Tebing Tinggi
|
8.005
|
7.054
|
7.885
|
8.641
|
6.915
|
-2.62
|
17
|
Mandailing Natal
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0.00
|
18
|
Toba Samosir
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0.00
|
19
|
Sibolga
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0.00
|
Jumlah/Total
|
2.964.280
|
2.966.681
|
3.046.330
|
3.144.544
|
3.296.579
|
2.70
|
Sumber : BPS Sumut (Diolah)
Pertumbuhan produksi padi sawah di Sumatera Utara yang rata-rata
meningkat sebesar 2,7 % selama lima tahun terakhir
(1995-1999) belum secara signifikan meningkatkan kesejahteraan petani padi
serta menguntungkan konsumen beras Sumatera Utara.
Pengembangan Lumbung Desa
Hasil pertanian seperti padi/gabah yang bersifat voluminous, menghendaki adanya ruangan penyimpanan yang relatif
luas. Belum lagi sifatnya yang mudah
rusak karena serangan hama,
mekanis, kimiawi maupun disebabkan faktor alam lainnya, sehingga menjadikan
hasil-hasil pertanian merupakan produk yang beresiko tinggi terhadap
kerusakan. Hal ini mengharuskan petani
bersifat hati-hati dan selalu waspada.
Oleh karena itu, umumnya petani tidak mau repot-repot seperti halnya Gus
Dur. Setelah panen, mereka langsung menjual hasilnya walaupun dengan harga
lebih rendah, kemudian uang hasil penjualan di simpan di Bank atau dibelikan
barang yang dirasa bermanfaat dan dapat dijual di saat musim paceklik.
Sebenarnya
terdapat peluang untuk mengatasi gejolak tersebut diatas yaitu dengan
mengembangkan lumbung desa sebagai suatu lembaga perekonomian desa. Lumbung
desa didirikan dan dikelola oleh masyarakat desa khususnya petani sebagai usaha
bersama untuk menyimpan hasil produksi pertanian yang dikembangkan lebih lanjut
menjadi lembaga perkreditan desa terutama dalam bentuk "natura".
Lumbung desa diperlukan dalam rangka mengatasi kebutuhan ekonomi petani pada
waktu-waktu kritis seperti pada musim paceklik, panen puso, kemarau panjang,
dan lain-lain. Pada lumbung desa,
penghimpunan modal dilakukan melalui swadaya murni masyarakat petani. Melalui
lumbung desa pinjaman yang diberikan kepada petani meliputi bibit, pupuk, dan
sarana produksi pertanian lainnya, termasuk permodalan. Disamping itu, dalam kondisi tertentu lumbung
desa juga menyediakan pinjaman untuk keperluan konsumsi rumah tangga dalam
bentuk "in-natura". Secara keseluruhan, lumbung desa ini merupakan
wujud partisipasi masyarakat dalam menunjang swasembada pangan.
Pada saat ini, kelompok-kelompok tani yang dikembangkan umumnya kurang perhatian terhadap
pengembangan lumbung desa. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi,
diantaranya untuk mendirikan lumbung desa diperlukan kekompakan diantara petani
dan ketrampilan dalam manajemen usaha, termasuk pengetahuan di bidang teknologi
pasca panen. Oleh karenanya, untuk
menggalakkan lumbung desa agar berpartisipasi dalam pengadaan pangan dan
peningkatan pendapatan petani, perlu adanya pembinaan terhadap mereka, baik
dari aspek teknis yang meliputi pengeringan, transportasi,
pergudangan/penyimpanan, penggilingan, pengepakan, dan pengendalian mutu; aspek
kelembagaan yang meliputi kelembagaan lumbung desa dan keuangan; dan aspek
organisasi dan manajemen yang meliputi pemasaran, pembiayaan dan administrasi
serta pembagian keuntungan.
Salah satu
alternatif pengembangan lumbung desa dengan sistem manajemen stok dan
distribusi optimal yang dapat dikembangkan ke depan adalah pengembangan sistem
lumbung desa modern yang disebut dengan warehouse
received system (WRS) yang mengintegrasikan fungsi pengeringan,
penyimpanan, distribusi, pembiayaan dan stabilisasi sedemikian rupa sehingga
kepentingan petani padi dan konsumen beras terakomodasikan secara bersamaan.
Selama ini
sistem manajemen stok dan distribusi beras di Indonesia dilakukan oleh sejumlah
kalangan, antara lain para pedagang, BULOG beserta jajarannya. Kenyataan
menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi petani padi dan konsumen beras belum
sepenuhnya terpenuhi. Dengan segala keterbatasannya apalagi sering dilanda dan
menimbulkan masalah, BULOG juga tidak mampu menangani seluruh hasil panen
petani. Oleh karena itu, kebutuhan sistem manajemen stok dan distribusi beras
melalui pengembangan sistem kelembagaan lumbung desa modern menjadi semakin
penting.
Pengembangan
sistem kelembagaan lumbung desa dinilai menjadi pilihan yang tepat karena sudah
lama dikenal dan merupakan bagian budaya masyarakat Indonesia termasuk di Sumatera
Utara, sehingga diharapkan lebih mudah dikembangkan dan diadopsi oleh
masyarakat. Disamping itu, pengembangan lumbung desa juga dapat sekaligus
mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan fasilitas pembangunan pertanian di
pedesaan seperti gudang-gudang KUD yang sebenarnya telah cukup memadai dan
dibangun dengan biaya yang cukup besar tetapi banyak yang idle (terbengkalai). Selain itu, pengalaman beberapa negara
tetangga yang mengembangkan kelembagaan serupa seperti Jepang, Cina dan Taiwan terbukti
cukup efektif untuk mengakomodasikan kepentingan petani padi dan konsumen
berasnya. Namun demikian, pengembangan ini perlu dilakukan secara bertahap
dengan memperhatikan keragaman wilayah dan kelembagaan yang sudah ada.
Penutup
Pengembangan lumbung desa yang bertujuan
untuk membangun sistem manajemen/pengelolaan stok dan distribusi gabah/beras,
mampu mendorong aktivitas perekonomian terutama di pedesaan khususnya bagi
kepentingan ekonomi petani padi dan konsumen beras.
Dalam pelaksanaan pengembangan lumbung
desa, diperlukan kesiapan dan keterpaduan seluruh pihak yang terkait terutama
petani itu sendiri dalam rangka peningkatan kesejahteraannya secara
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar