PENGEMBANGAN
EKONOMI MASYARAKAT PANTAI
Oleh: A. Masir Harahap *)
Sejak krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter
pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi terhenti bahkan minus dan laju
inflasi meningkat pesat yang berakibat pada taraf hidup masyarakat yang merosot
tajam. Jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran meningkat secara
drastis. Penduduk miskin saat ini telah mencapai sekira 40 % dari seluruh
bangsa Indonesia, sedangkan angka pengangguran telah mencapai sekira 30 juta
jiwa angkatan kerja (sekira 15 % dari jumlah penduduk). Langkah-langkah
pemulihan dan reformasi ekonomi untuk menggerakkan perekonomian dan memulihkan
kesejahteraan masyarakat selama masa krisis sampai saat ini dirasakan berjalan
lamban.
Krisis ekonomi telah mengangkat kepermukaan
kelemahan-kelemahan penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional. Distorsi yang
terjadi pada masa-masa lalu telah mengakibatkan melemahnya ketahanan ekonomi
nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai bentuk kesenjangan sosial,
dan menghambat kemampuan untuk menghadapi krisis dengan cepat. Kurang meratanya
penyebaran pelaksanaan pembangunan telah menimbulkan kesenjangan pertumbuhan
antar daerah, antara perkotaan dengan pedesaan, antar kawasan, maupun antar
golongan masyarakat sehingga gejolak sosial menjadi sangat mudah dan sering
terjadi.
Pembangunan
Ekonomi Kerakyatan
Pada masa yang akan datang pembangunan ekonomi
menghadapi dua tantangan yang utama yakni: pertama, peningkatan daya saing
industri melalui peningkatan efisiensi dan keunggulan kompetitif yang pada
gilirannya akan memperkokoh ketahanan dan pertumbuhan ekonomi. Kedua,
pelaksanaan proses desentralisasi ekonomi secara bertahap agar potensi
sumberdaya ekonomi di seluruh daerah dapat segera tergerakkan secara simultan
menjadi kegiatan ekonomi yang luas dan didukung oleh semakin tumbuhnya
prakarsa, kewirausahaan, dan kemampuan berusaha dikalangan masyarakat.
Salah satu arah kebijakan pembangunan nasional di
bidang ekonomi yang diamanatkan dalam GBHN 1999-2004 adalah mengembangkan
sistim ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan
dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi,
nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama
dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang
adil bagi seluruh masyarakat.
Pengejawantahan arahan GBHN tersebut dalam Program
Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 khususnya pada program pengembangan
kelautan dan perikanan bertujuan antara lain untuk mengembangkan serta
memberdayakan masyarakat kepulauan dan wilayah pesisir serta meningkatkan
efisiensi dan produktivitas sumberdaya perikanan, pesisir dan lautan melalui
keterpaduan pengelolaan antar berbagai pemanfaatan secara adil, berimbang, dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan
masyarakat.
Upaya khusus peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan pemerintah secara nasional
melalui program-program pembangunan seperti Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 1993 dan Program Jaring Pengaman
Sosial (JPS) yang mulai dilaksanakan pada tahun 1998/1999 setelah terjadi
krisis moneter dan menjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
______________
*) Direktur Pusat Kajian Pengembangan Daerah
(CeRDeS)
Masyarakat
Pantai Sumut
Berdasarkan data proyek P3DT, di propinsi Sumatera
Utara terdapat sebanyak 160 Desa yang dikategorikan sebagai desa tertinggal.
Upaya pemberdayaan masyarakat menjadi perhatian sentral karena krisis moneter
dan ekonomi telah mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Sumut
secara signifikan. Dari data BPS Sumut
tahun 1999, tercatat sebanyak 1.674.478 penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan atau 14.21% dari total penduduk di Sumut, kemudian 657.953 KK
tergolong dalam kategori keluarga prasejahtera dan sejahtera I.
Di Sumut, masyarakat pesisir, khususnya nelayan
skala kecil dan buruh nelayan, merupakan salah satu kelompok penduduk yang
terendah pendapatannya disamping petani.
Sehingga dalam masalah kemiskinan, kelompok nelayan akan selalu
disinggung sebagai obyek pembicaraan.
Dengan kata lain, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang paling
miskin dibanding anggota masyarakat subsisten lainnya.
Desa-desa tertinggal di Sumut umumnya berada
diwilayah pesisir pantai. Di kawasan pantai timur Sumut misalnya di Kabupaten
Langkat yang memiliki panjang pantai ± 100 km, terdapat 6
kecamatan (38 desa) dengan penduduk berjumlah sekira 2.500 KK yang
menggantungkan hidup sepenuhnya dari usaha kelautan dan perikanan. Pada
umumnya, usaha kelautan dan perikanan oleh masyarakat pesisir ini dilakukan
dengan cara tradisional dimana pengetahuan dan keterampilannya masih sangat
sederhana sehingga perlu ditingkatkan.
Tidak hanya di kawasan pantai timur Sumut, desa tertinggal
juga banyak terdapat di kawasan pantai barat Sumut. Kabupaten Mandailing Natal
yang baru lebih tiga tahun berdiri,
memiliki 63 desa tertinggal, 26 desa diantaranya terdapat di wilayah
pesisir pantai atau sekitar 41.27%. Kondisi ketertinggalan ini lebih disebabkan
oleh faktor sumber daya manusia. Bila dilihat dari potensi sumber daya kelautan
yang ada, Kabupaten Mandailing Natal memiliki potensi yang cukup berlimpah.
Panjang garis pantainya ± 170 km yang sangat cocok
untuk kegiatan perikanan dan pariwisata. Oleh karena itu dalam upaya
pengentasan kemiskinan masyarakat pantai, maka upaya pengembangan desa pantai
perlu terus ditingkatkan melalui berbagai program pembangunan yang diarahkan
untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Problema
Masyarakat Pantai
Masyarakat pantai memiliki problema hidup dan ritme
kehidupan yang khas. Selain dihadapkan pada keadaan alam yang keras, masyarakat
pesisir yang umumnya didominasi oleh nelayan merupakan kelompok masyarakat yang
masih berkutat dalam permasalahan dibidang ekonomi. Umumnya permasalahan hidup masyarakat pesisir
berkisar dalam hal permodalan usaha yang lemah, penghasilan yang tidak menentu
karena hasil tangkapan yang berfluktuasi, posisi tawar yang lemah baik dalam
hal pengadaan input produksi maupun penjualan output produksi.
Keterbelakangan kehidupan masyarakat pesisir juga
disebabkan oleh minimnya ketersediaan sarana dan prasarana serta infrastruktur
yang memadai. Lemahnya kemampuan lembaga
atau organisasi ekonomi masyarakat pesisir juga berpengaruh terhadap rendahnya
kesejahteraan masyarakat. Banyak
desa-desa pesisir yang letaknya terpencil sehingga program-program pembangunan
belum menjangkau daerah tersebut, kurangnya sarana dan prasarana air bersih,
perhubungan, penerangan dan komunikasi.
Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pesisir maka penyusunan program untuk kegiatan
tersebut perlu melibatkan masyarakat setempat, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan hingga tahap evaluasi.
Selama ini banyak program-program pembangunan yang gagal karena hanya
menekankan pada target fisik tanpa memperhatikan keberadaan dan kebutuhan
masyarakat sekitar. Keterlibatan
masyarakat dalam penyiapan program pembangunan sangat penting karena akan
membentuk sikap positif terhadap program yang akan dilaksanakan. Dampak lain pelibatan masyarakat adalah
adanya proses pembelajaran, yaitu masyarakat menjadi tahu, mau dan mampu
memberi reaksi yang benar terhadap rangsangan dari program-program pembangunan.
Program PEMP
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP) yang akan diluncurkan secara nasional pada akhir tahun 2001 ini
merupakan upaya untuk menjawab permasalahan diatas. Melalui PEMP masyarakat pesisir dengan wadah
kelompok mempunyai kebebasan untuk memilih, merencanakan dan menetapkan
kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah. Dengan demikian masyarakat merasa memiliki
dan bertanggungjawab atas pelaksanaan, pengawasan dan keberlanjutan.
Untuk Sumut, program PEMP yang dibiayai dengan dana
pengurangan subsidi BBM melalui program Departemen Kelautan dan Perikanan akan
dilaksanakan di 4 kabupaten/kota pada tahun anggaran 2001 yakni Deli Serdang,
Asahan, Nias dan Sibolga. Sebagai program yang baru akan berjalan tentunya
sangat memerlukan bantuan pelaksanaannya ditingkat kabupaten. Bantuan tersebut
diperlukan untuk koordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait di tingkat
kabupaten dan melaksanakan kegiatan pembinaan terhadap kegiatan-kegiatan
ekonomi yang akan dikembangkan oleh masyarakat.
Sejalan dengan program PEMP secara nasional
tersebut, seyogiyanya Pemerintah Daerah Tingkat I Sumut bekerjasama dengan
Pemda Tingkat II yang memiliki kawasan dan masyarakat pantai, merencanakan,
menyusun serta melaksanakan program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pantai (PEMP)
khususnya untuk daerah kabupaten/kota yang memiliki kawasan pantai yang cukup
dominan tetapi tidak terkena program PEMP Nasional tersebut seperti Kabupaten
Langkat, Labuhan Batu, dan Kotamadya Medan yang sebagian daerahnya adalah bagian dari kawasan pantai timur Sumut, serta
Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan yang sebagian
daerahnya menjadi bagian dari kawasan pantai barat Sumut. Program Pemda ini
nantinya akan sejalan dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah melalui
sektor kelautan dan perikanan yang dalam hal ini salah satunya melalui
instrumen Samsat Kelautan. Hal ini juga menjadi relevan mengingat eksistensi
Samsat Kelautan Sumut yang akhir-akhir ini banyak dipersoalkan, padahal tujuan
keberadaannya antara lain juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai
dan hasilnya akan dibagi untuk Pemkab/Pemko sebesar 1,25 % dan masyarakat
nelayan sebesar 0,75 %.
Pendekatan
Program PEMP
Pelaksanaan PEMP tidak hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah saja, akan tetapi perlu didukung dan melibatkan seluruh stakeholder pembangunan masyarakat
pantai seperti dunia usaha, Perguruan Tinggi, LSM/LPSM dan pihak terkait
lainnya. Dukungan dan keterlibatan tersebut lebih ditekankan pada operasional
pelaksanaan PEMP berupa sosialisasi kegiatan serta fasilitasi dan implementasi
kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan oleh masyarakat peserta program.
Kegiatan sosialiasi dilaksanakan di tingkat kawasan
dan desa, yang meliputi sosialisasi program kepada aparat pemerintah kecamatan
dan desa dimana dilaksanakan kegiatan PEMP serta pendampingan manajemen
terhadap lembaga/instansi yang terkait dalam kegiatan PEMP. Sosialisasi program
perlu dilaksanakan untuk menyamakan visi dan misi serta tujuan kegiatan PEMP karena terdapat paradigma baru dalam
pelaksanaan kegiatan PEMP ini jika dibandingkan dengan program-program bantuan
sejenis sebelumnya. Sosialisasi juga
dilaksanakan untuk memperoleh dukungan dari pemerintah tingkat Kecamatan hingga
tingkat Desa, dan dukungan masyarakat dimana akan dilaksanakan kegiatan PEMP.
Dukungan dan keterlibatan dengan melakukan fasilitasi
yang berupa bantuan/dampingan manajemen
pada implementasi kegiatan PEMP seperti pemilihan lokasi program (desa dan
kecamatan), pemilihan kelompok sasaran (peserta program), pelaksanaan pelatihan
bagi peserta program dan pembinaan serta pengawasan program ekonomi yang
dilaksanakan peserta program.
Penutup
Pembangunan ekonomi masyarakat pantai hendaknya
menjadi concern pihak-pihak yang terkait dengan upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja tetapi
juga memerlukan partisipasi dan dukungan seluruh lapisan masyarakat.
Perbaikan dan peningkatan ekonomi masyarakat pantai
Sumut tentunya akan berdampak positif bagi pembangunan daerah khususnya dan
pembangunan nasional pada umumnya, karena jumlah dan potensi masyarakat pantai
Sumut yang relatif cukup besar. Sebaliknya, ketertinggalan dan morat-maritnya
ekonomi masyarakat pantai/nelayan akan membawa dampak negatif bagi pembangunan.
Oleh karena itu, upaya-upaya untuk perbaikan dan peningkatan ekonomi masyarakat
pantai tersebut harus didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat. Tentunya
kita masih ingin menikmati hasil-hasil dari kawasan pantai, dan sama-sama tidak
menginginkan kenikmatan yang kita peroleh tersebut tidak dinikmati dan tidak
membawa manfaat bagi masyarakat pantai.
Good...
BalasHapus