Minggu, 14 Oktober 2012

PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT PANTAI



PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT PANTAI
Oleh: A. Masir Harahap *)

Sejak krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi terhenti bahkan minus dan laju inflasi meningkat pesat yang berakibat pada taraf hidup masyarakat yang merosot tajam. Jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran meningkat secara drastis. Penduduk miskin saat ini telah mencapai sekira 40 % dari seluruh bangsa Indonesia, sedangkan angka pengangguran telah mencapai sekira 30 juta jiwa angkatan kerja (sekira 15 % dari jumlah penduduk). Langkah-langkah pemulihan dan reformasi ekonomi untuk menggerakkan perekonomian dan memulihkan kesejahteraan masyarakat selama masa krisis sampai saat ini dirasakan berjalan lamban.

Krisis ekonomi telah mengangkat kepermukaan kelemahan-kelemahan penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional. Distorsi yang terjadi pada masa-masa lalu telah mengakibatkan melemahnya ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai bentuk kesenjangan sosial, dan menghambat kemampuan untuk menghadapi krisis dengan cepat. Kurang meratanya penyebaran pelaksanaan pembangunan telah menimbulkan kesenjangan pertumbuhan antar daerah, antara perkotaan dengan pedesaan, antar kawasan, maupun antar golongan masyarakat sehingga gejolak sosial menjadi sangat mudah dan sering terjadi.

Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

Pada masa yang akan datang pembangunan ekonomi menghadapi dua tantangan yang utama yakni: pertama, peningkatan daya saing industri melalui peningkatan efisiensi dan keunggulan kompetitif yang pada gilirannya akan memperkokoh ketahanan dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pelaksanaan proses desentralisasi ekonomi secara bertahap agar potensi sumberdaya ekonomi di seluruh daerah dapat segera tergerakkan secara simultan menjadi kegiatan ekonomi yang luas dan didukung oleh semakin tumbuhnya prakarsa, kewirausahaan, dan kemampuan berusaha dikalangan masyarakat.

Salah satu arah kebijakan pembangunan nasional di bidang ekonomi yang diamanatkan dalam GBHN 1999-2004 adalah mengembangkan sistim ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat. 

Pengejawantahan arahan GBHN tersebut dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 khususnya pada program pengembangan kelautan dan perikanan bertujuan antara lain untuk mengembangkan serta memberdayakan masyarakat kepulauan dan wilayah pesisir serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumberdaya perikanan, pesisir dan lautan melalui keterpaduan pengelolaan antar berbagai pemanfaatan secara adil, berimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Upaya khusus peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan pemerintah secara nasional melalui program-program pembangunan seperti Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 1993 dan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang mulai dilaksanakan pada tahun 1998/1999 setelah terjadi krisis moneter dan menjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
______________
*) Direktur Pusat Kajian Pengembangan Daerah (CeRDeS)

Masyarakat Pantai Sumut

Berdasarkan data proyek P3DT, di propinsi Sumatera Utara terdapat sebanyak 160 Desa yang dikategorikan sebagai desa tertinggal. Upaya pemberdayaan masyarakat menjadi perhatian sentral karena krisis moneter dan ekonomi telah mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Sumut secara signifikan.  Dari data BPS Sumut tahun 1999, tercatat sebanyak 1.674.478 penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan atau 14.21% dari total penduduk di Sumut, kemudian 657.953 KK tergolong dalam kategori keluarga prasejahtera dan sejahtera I.

Di Sumut, masyarakat pesisir, khususnya nelayan skala kecil dan buruh nelayan, merupakan salah satu kelompok penduduk yang terendah pendapatannya disamping petani.  Sehingga dalam masalah kemiskinan, kelompok nelayan akan selalu disinggung sebagai obyek pembicaraan.  Dengan kata lain, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang paling miskin dibanding anggota masyarakat subsisten lainnya.

Desa-desa tertinggal di Sumut umumnya berada diwilayah pesisir pantai. Di kawasan pantai timur Sumut misalnya di Kabupaten Langkat yang memiliki panjang pantai ± 100 km, terdapat 6 kecamatan (38 desa) dengan penduduk berjumlah sekira 2.500 KK yang menggantungkan hidup sepenuhnya dari usaha kelautan dan perikanan. Pada umumnya, usaha kelautan dan perikanan oleh masyarakat pesisir ini dilakukan dengan cara tradisional dimana pengetahuan dan keterampilannya masih sangat sederhana sehingga perlu ditingkatkan.

Tidak hanya di kawasan pantai timur Sumut, desa tertinggal juga banyak terdapat di kawasan pantai barat Sumut. Kabupaten Mandailing Natal yang baru lebih tiga tahun berdiri,  memiliki 63 desa tertinggal, 26 desa diantaranya terdapat di wilayah pesisir pantai atau sekitar 41.27%. Kondisi ketertinggalan ini lebih disebabkan oleh faktor sumber daya manusia. Bila dilihat dari potensi sumber daya kelautan yang ada, Kabupaten Mandailing Natal memiliki potensi yang cukup berlimpah. Panjang garis pantainya ± 170 km yang sangat cocok untuk kegiatan perikanan dan pariwisata. Oleh karena itu dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pantai, maka upaya pengembangan desa pantai perlu terus ditingkatkan melalui berbagai program pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Problema Masyarakat Pantai

Masyarakat pantai memiliki problema hidup dan ritme kehidupan yang khas. Selain dihadapkan pada keadaan alam yang keras, masyarakat pesisir yang umumnya didominasi oleh nelayan merupakan kelompok masyarakat yang masih berkutat dalam permasalahan dibidang ekonomi.  Umumnya permasalahan hidup masyarakat pesisir berkisar dalam hal permodalan usaha yang lemah, penghasilan yang tidak menentu karena hasil tangkapan yang berfluktuasi, posisi tawar yang lemah baik dalam hal pengadaan input produksi maupun penjualan output produksi.

Keterbelakangan kehidupan masyarakat pesisir juga disebabkan oleh minimnya ketersediaan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai.  Lemahnya kemampuan lembaga atau organisasi ekonomi masyarakat pesisir juga berpengaruh terhadap rendahnya kesejahteraan masyarakat.  Banyak desa-desa pesisir yang letaknya terpencil sehingga program-program pembangunan belum menjangkau daerah tersebut, kurangnya sarana dan prasarana air bersih, perhubungan, penerangan dan komunikasi.

Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir maka penyusunan program untuk kegiatan tersebut perlu melibatkan masyarakat setempat, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga tahap evaluasi.  Selama ini banyak program-program pembangunan yang gagal karena hanya menekankan pada target fisik tanpa memperhatikan keberadaan dan kebutuhan masyarakat sekitar.  Keterlibatan masyarakat dalam penyiapan program pembangunan sangat penting karena akan membentuk sikap positif terhadap program yang akan dilaksanakan.  Dampak lain pelibatan masyarakat adalah adanya proses pembelajaran, yaitu masyarakat menjadi tahu, mau dan mampu memberi reaksi yang benar terhadap rangsangan dari program-program pembangunan.

Program PEMP

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang akan diluncurkan secara nasional pada akhir tahun 2001 ini merupakan upaya untuk menjawab permasalahan diatas.  Melalui PEMP masyarakat pesisir dengan wadah kelompok mempunyai kebebasan untuk memilih, merencanakan dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah.  Dengan demikian masyarakat merasa memiliki dan bertanggungjawab atas pelaksanaan, pengawasan dan keberlanjutan.

Untuk Sumut, program PEMP yang dibiayai dengan dana pengurangan subsidi BBM melalui program Departemen Kelautan dan Perikanan akan dilaksanakan di 4 kabupaten/kota pada tahun anggaran 2001 yakni Deli Serdang, Asahan, Nias dan Sibolga. Sebagai program yang baru akan berjalan tentunya sangat memerlukan bantuan pelaksanaannya ditingkat kabupaten. Bantuan tersebut diperlukan untuk koordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait di tingkat kabupaten dan melaksanakan kegiatan pembinaan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan oleh masyarakat.

Sejalan dengan program PEMP secara nasional tersebut, seyogiyanya Pemerintah Daerah Tingkat I Sumut bekerjasama dengan Pemda Tingkat II yang memiliki kawasan dan masyarakat pantai, merencanakan, menyusun serta melaksanakan program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pantai (PEMP) khususnya untuk daerah kabupaten/kota yang memiliki kawasan pantai yang cukup dominan tetapi tidak terkena program PEMP Nasional tersebut seperti Kabupaten Langkat, Labuhan Batu, dan Kotamadya Medan  yang sebagian daerahnya adalah  bagian dari kawasan pantai timur Sumut, serta Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan yang sebagian daerahnya menjadi bagian dari kawasan pantai barat Sumut. Program Pemda ini nantinya akan sejalan dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah melalui sektor kelautan dan perikanan yang dalam hal ini salah satunya melalui instrumen Samsat Kelautan. Hal ini juga menjadi relevan mengingat eksistensi Samsat Kelautan Sumut yang akhir-akhir ini banyak dipersoalkan, padahal tujuan keberadaannya antara lain juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai dan hasilnya akan dibagi untuk Pemkab/Pemko sebesar 1,25 % dan masyarakat nelayan sebesar 0,75 %.

Pendekatan Program PEMP

Pelaksanaan PEMP tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, akan tetapi perlu didukung dan melibatkan seluruh stakeholder pembangunan masyarakat pantai seperti dunia usaha, Perguruan Tinggi, LSM/LPSM dan pihak terkait lainnya. Dukungan dan keterlibatan tersebut lebih ditekankan pada operasional pelaksanaan PEMP berupa sosialisasi kegiatan serta fasilitasi dan implementasi kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan oleh masyarakat peserta program.

Kegiatan sosialiasi dilaksanakan di tingkat kawasan dan desa, yang meliputi sosialisasi program kepada aparat pemerintah kecamatan dan desa dimana dilaksanakan kegiatan PEMP serta pendampingan manajemen terhadap lembaga/instansi yang terkait dalam kegiatan PEMP. Sosialisasi program perlu dilaksanakan untuk menyamakan visi dan misi serta tujuan kegiatan PEMP  karena terdapat paradigma baru dalam pelaksanaan kegiatan PEMP ini jika dibandingkan dengan program-program bantuan sejenis sebelumnya.  Sosialisasi juga dilaksanakan untuk memperoleh dukungan dari pemerintah tingkat Kecamatan hingga tingkat Desa, dan dukungan masyarakat dimana akan dilaksanakan kegiatan PEMP.

Dukungan dan keterlibatan dengan melakukan fasilitasi yang berupa bantuan/dampingan  manajemen pada implementasi kegiatan PEMP seperti pemilihan lokasi program (desa dan kecamatan), pemilihan kelompok sasaran (peserta program), pelaksanaan pelatihan bagi peserta program dan pembinaan serta pengawasan program ekonomi yang dilaksanakan peserta program.

Penutup

Pembangunan ekonomi masyarakat pantai hendaknya menjadi concern  pihak-pihak yang terkait dengan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja tetapi juga memerlukan partisipasi dan dukungan seluruh lapisan masyarakat.

Perbaikan dan peningkatan ekonomi masyarakat pantai Sumut tentunya akan berdampak positif bagi pembangunan daerah khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, karena jumlah dan potensi masyarakat pantai Sumut yang relatif cukup besar. Sebaliknya, ketertinggalan dan morat-maritnya ekonomi masyarakat pantai/nelayan akan membawa dampak negatif bagi pembangunan. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk perbaikan dan peningkatan ekonomi masyarakat pantai tersebut harus didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat. Tentunya kita masih ingin menikmati hasil-hasil dari kawasan pantai, dan sama-sama tidak menginginkan kenikmatan yang kita peroleh tersebut tidak dinikmati dan tidak membawa manfaat bagi masyarakat pantai.

1 komentar: