PENANGGULANGAN KEMISKINAN
MELALUI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
Oleh: Prof. Dr. M. Amin Aziz dan Ir. A. Masir Harahap *)
Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997
hingga saat ini mengakibatkan sekira 90 Juta penduduk Indonesia (lebih 40 %)
masuk dalam kategori miskin. Terlepas dari faktor-faktor utama apa yang
menyebabkan krisis ekonomi yang berlarut-larut tersebut dan bahkan menjadi
krisis multidimensional, program-program pembangunan khususnya dalam rangka
penanggulangan kemiskinan harus menjadi perhatian seluruh pihak, tidak hanya
pemerintah yang apalagi akhir-akhir ini sangat kelabakan dengan masalah-masalah
politik, keamanan dan ancaman disintegrasi bangsa yang secara langsung maupun
tidak langsung menjadi penyebab semakin meningkatnya angka kemiskinan tersebut.
Seperti diketahui, penduduk/anggota masyarakat
Indonesia yang miskin tersebut pada umumnya adalah para petani yang memiliki
lahan sempit (petani gurem), buruh tani, perambah hutan, nelayan tradisional,
penggangur dan para drop-out sekolah atau lulusan sekolah yang belum bisa
membiayai diri sendiri.
Ciri-ciri Kemiskinan
Berbagai penelitian tentang persoalan kemiskinan dan
pemerataan pendapatan di Indonesia menunjukkan bahwa ciri-ciri yang hampir sama dari waktu ke waktu tentang
penduduk/anggota masyarakat yang miskin adalah: Pertama, sebagian besar sumber pendapatan utamanya adalah dari
sektor pertanian. Kedua, rumah
tangga yang mempunyai anggota rumah tangga yang banyak. Ketiga, kepala rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga. Keempat, tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun keluarganya rendah. Kelima, mereka yang telah bekerja
masih mau menerima tambahan pekerjaan lagi bila di tawarkan. Keenam, kondisi tempat tinggal masih
memprihatinkan terutama dalam hal penyediaan air bersih dan listrik untuk penerangan. Ketujuh, mereka yang tidak memiliki
faktor produksi, seperti tanah, modal ataupun ketrampilan yang cukup sehingga
kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. Kedelapan, mereka yang tidak memiliki
kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Kesembilan, waktu mereka tersita habis
untuk mencari nafkah dan mendapatkan tambahan penghasilan.
Selain itu ciri-ciri kemiskinan khususnya di daerah
pedesaan ditunjukan dengan: (i) rumah tangga yang anggotanya bekerja di sektor pertanian
adalah mereka yang menguasai tanah sangat marjinal (tidak dapat diandalkan
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga), (ii) pengeluaran rumah tangga sebagian
terbesar adalah untuk konsumsi makanan, (iii) pada umumnya mereka menjadi buruh
tani atau pekerja kasar di luar sektor pertanian, dan (iv) kesinambungan kerja
kurang terjamin, karena mereka bekerja sebagai buruh musiman dengan upah yang
sangat rendah.
Bagian terbesar penduduk miskin (sekira 60%) di
Indonesia adalah petani. Di daerah pedesaan besarnya persentase rumah tangga
miskin yang sumber penghasilan utamanya agribisnis adalah sekira 80 %.
Sementara di kota-kota, masyarakat tani merupakan lapisan yang paling miskin
dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Penghasilan utama rumah tangga
miskin di kota ternyata juga masih banyak bersumber dari sektor pertanian
(sekira 20 %), meskipun lahan untuk bertani di perkotaan semakin terbatas. Di
Sumatera Utara, penduduk yang bekerja di sektor pertanian merupakan jumlah
terbesar yakni 53,73 % (BPS, 1999).
___________
*)
Dirut dan Direktur Pusat Pengembangan Agribisnis Cabang Sumut
Oleh
karenanya, bagaimanapun kebijaksanaan pembangunan didalam penanggulangan
kemiskinan harus terpusat pada usaha peningkatan produksi pertanian. Hal ini
sesuai dengan ciri dan karakter kita sebagai bangsa dan negara agraris, serta
sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia, terutama
penduduk miskin, menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Peningkatan
produksi sektor pertanian sekaligus akan menaikkan tingkat pendapatan masyarakat
tani yang pada gilirannya akan mengangkat mereka keluar dari kemiskinan.
Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian di
Indonesia terutama di pedesaan telah cukup berhasil dengan dicapainya
swasembada beras sejak tahun 1984, walaupun
ternyata tidak dapat kita pertahankan terutama menjelang akhir abad 20 hingga
saat ini. Usaha peningkatan pemerataan pendapatan di daerah pedesaan
lebih baik bila di bandingkan daerah perkotaan karena persentase pendapatan
yang di peroleh kelompok 40 % rendah di pedesaan, lebih tinggi dari yang di
peroleh oleh kelompok 40 % rendah di perkotaan. Disamping itu, saat ini masih
terus dikembangkan program-program kredit skala kecil seperti Kredit Ketahanan
Pangan (KKP) sebagai pengganti Kredit
Usaha Tani (KUT) dengan melibatkan kelompok-kelompok, seperti Kelompok Usaha
Bersama (KUB), Koperasi Unit Desa (KUD) dan sebagainya.
Berbagai lembaga telah terus berupaya untuk ikut
menanggulangi kemiskinan, diantaranya dengan menerapkan pola pengembangan usaha
kecil dan kredit skala kecil, seperti yang telah dilakukan oleh BI dengan
program/proyek pengembangan usaha kecil-menengah, BRI sebagai Bank pelaksana
KUT atau sebagaimana dilakukan oleh Bukopin dengan sistim dan pola Grameen Bank
(Catatan: Ciri-ciri khusus dari proyek perkreditan Grameen Bank ini adalah
dengan mengarahkan sasaran pada masyarakat yang sangat miskin, tidak memerlukan
garansi/kolateral, prosedurnya mudah, pembentukan kelompok swadaya, pilihan
sendiri pada pinjaman yang diinginkan, tanggung jawab bersama/tanggung renteng
kelompok, kredit kecil dan angsuran mingguan, pinjaman hanya untuk usaha
ekonomi yang menghasilkan pendapatan, supervisi yang sering dan intensif, wajib
simpan dalam dana kelompok, dan keterbukaan dalam bisnis. Sistim ini memerlukan
staf pengembangan dan supervisi yang sangat baik).
Pola pengembangan usaha kecil dan kredit skala kecil
yang dikembangkan pemerintah saat ini adalah dengan KKP yang dapat dianggap
sebagai pengganti KUT dan dikaitkan dengan program ketahanan pangan nasional
melalui Departemen Pertanian dan Kehutanan. Disamping itu pemerintah melalui
Kantor Menneg Koperasi dan UKM sedang berupaya menggalakkan peran Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Unit Simpan Pinjam (KUSP) untuk mengggerakkan
ekonomi rakyat/kerakyatan.
Program kredit kecil yang telah dilakukan dengan
melibatkan kelompok-kelompok peserta telah menunjukkan keberhasilannya dalam
meningkatkan berbagai usaha. Akan tetapi berdasarkan pengalaman dalam program
kredit kecil ini, banyak berhasil pada bentuk-bentuk usaha di bidang usaha
bukan pertanian. Seperti pedagang kecil, industri rumah tangga dan sebagainya.
Hal ini terjadi karena usaha bukan pertanian tersebut dapat memberikan
penghasilan rutin dalam jangka waktu yang pendek, sehingga memungkinkan
peminjam dapat mengangsur pinjaman secara rutin dan pasti, misalnya simpanan
harian atau mingguan.
Ketidakberhasilan dan macetnya program KUT untuk
usaha pertanian yang sering dibicarakan akhir-akhir ini disamping banyak
disebabkan oleh faktor mis-manajemen dan penyelewengan, juga secara teknis
usaha pertanian yang pada umumnya untuk menikmati hasil panen diperlukan waktu
yang cukup lama, yakni minimum tiga bulan. Di samping itu sering terjadi hasil
panen terbentur pada masalah tidak ada jaminan pemasaran dan tidak ada jaminan
harga jual. Juga, risiko iklim dan serangan hama/penyakit. Selama proses produksi maupun penanganan pasca panen banyak kendala yang
mempengaruhi kualitas hasil. Selain itu dalam skala usaha ekonomi jumlah petani
yang sedemikian banyak akan tetapi luas lahan yang di kuasainya kecil sehingga
tidak memungkinkan dikelola dengan memberikan keuntungan ekonomi yang layak.
Keterlambatan
pelaksanaan KKP
menurut Mentanhut Prof. Dr. Bungaran Saragih lebih disebabkan oleh petani yang
belum siap menerima dana tersebut karena mereka masih banyak hutang yang tak
bisa dilepaskan dari kesalahan waktu lalu dimana penyaluran kredit/KUT
dilakukan dengan sembarangan sehingga banyak menimbulkan kredit macet. Selain
itu, terjadinya perubahan sistim penyaluran dari chanelling menjadi executing
turut mempengaruhi keterlambatan realisasi KKP karena dengan pola yang baru
ini, bank pelaksana harus menyediakan dana serta menanggung resiko bila terjadi
kredit macet (Waspada, 13 Februari 2001).
Akibat
dari itu hampir seluruh usaha pertanian dalam pandangan program pengembangan
usaha dan kredit usaha kecil di kategorikan pada usaha/komoditi yang berisiko
tinggi. Oleh karenanya pola penanggulangan kemiskinan dalam usaha pertanian
yang dapat memberikan keuntungan ekonomi hanya mungkin berhasil dengan pola
penggembangan kawasan yang arealnya cukup luas dan di kembangkan dengan sistem
agribisnis.
Sistim Agribisnis
Agribisnis di artikan sebagai sebuah sistem dari
kegiatan pra-panen, panen, pasca panen, dan pemasaran. Sebagai sebuah
sistem kegiatan agribisnis tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya
salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Beberapa prinsip
pembangunan melalui pengembangan agribisnis adalah ; Pertama, berorientasi pasar (market-oriented),
yaitu menempatkan pendekatan supply and
demand sebagai pertimbangan utama (penting sekali peranan ketajaman
analisis permintaan untuk masa yang akan datang). Kedua, menerapkan konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yaitu dengan
memperhitungkan kesinambungan supply and
demand dan sistem produksi jangka panjang. Untuk investasi tertentu perlu
dilakukan PIL/AMDAL. Ketiga,
keterkaitan sistem produksi dan pendukung perlu dijaga dan diseimbangkan,
seperti penyediaan input (benih,
pupuk, pestisida, bahan pembantu, tenaga kerja dan sebagainya), penyediaan
kredit bank, unit-unit industri pengolahan, lembaga pemasaran (koperasi,
asosiasi pemasaran, eksportir, agen, grosir dan sebagainya), lembaga-lembaga
penelitian dan pengembangan untuk menciptakan teknologi baru, konsultan, dan
infrastruktur. Keempat, dukungan
sistem informasi yakni adanya data yang akurat dan mudah didapat setiap waktu
mengenai produksi, permintaan harga dan sebagainya. Kelima, tersedianya sistem yang efektif dan berkeadilan sehingga pihak
yang memberikan usaha dan energi yang lebih banyak mendapat balas jasa/ganjaran
yang setimpal. Misalnya, dalam proyek PIR, kapasitas pengolahan komoditi harus
deselaraskan dengan produksi komoditi seluas hasil kebun plasmanya, sehingga para
petani plasma turut di pertimbangkan dalam proses produksi. Selain itu diperbolehkannya
para petani untuk memiliki saham
perusahaan, sehingga pada saatnya para petani secara bertahap mempunyai
konstribusi dalam perkembangan perusahaan.
Dalam pengembangan agribisnis perlu di pertimbangkan
pergeseran paradigma pembangunan pertanian yakni; Pertama, pendekatan terpusat diubah dengan otonomi yang lebih besar
kedaerah yang saat ini dikenal sebagai otonomi daerah. Kedua, pergeseran sasaran dari menghasilkan komoditas kepada
dukungan sumberdaya secara optimal. Ketiga,
pendekatan pembangunan pertanian dari arah meningkatkan pendapatan petani
bergeser kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Keempat, membangun pertanian dari
dasar-dasar produksi skala subsisten ke skala komersial. Kelima, peningkatan produktifitas angkatan kerja dari teknologi
padat karya menjadi teknologi alat dan mesin. Keenam, sarana pembangunan pertanian dari produk-produk primer ke kegiatan-kegiatan
bernilai tambah. Ketujuh, pendekatan
pembangunan dari peran pemerintah yang dominan bergeser ke peran masyarakat
yang semakin besar.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan memerlukan
strategi berikut ini. Pertama, program
penanggulangan kemiskinan hanya dapat berjalan baik dan efektif apabila ada
suasana tentram dan stabil, serta pertumbuhan penduduk dapat di kendalikan. Kedua, program penanggulangan
kemiskinan harus dikaitkan dengan kelestarian lingkungan sehingga memungkinkan
distribusi kesejahteraan antarwarga masyarakat dapat merata. Ketiga, program penanggulangan kemiskinan
harus merupakan program yang berkelanjutan, yaitu program yang dapat terus
menerus berjalan secara bertahap dan dapat meningkatkan kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri
mereka sendiri (mandiri). Untuk itu harus ada perbaikan akses terhadap
sumberdaya, teknologi, pasar dan sumber pembiayaan. Kelima, pendelegasian wewenang atau desentralisasi dalam rangka
otonomi daerah di bidang perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap
program penanggulangan kemiskinan. Keenam,
tekanan yang paling utama seyogyanya di berikan pada pengembangan SDM yang menyangkut
aspek pendidikan dan kesehatan. Ketujuh,
pelayanan bagi orang jompo, penderita cacat, yatim piatu dan kelompok
masyarakat lain yang memerlukan, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
upaya menanggulangi kemiskinan. Program ini bersifat khusus dan dilaksanakan
secara efektif.
Langkah-langkah
Operasional
Untuk mewujudkan penanggulangan kemiskinan
melalui pengembangan agribisnis harus dilakukan dengan pendekatan pembangunan
kawasan agribisnis. Kawasan pengembangan agribisnis dapat dikategorikan dalam
tiga type yaitu kawasan agribisnis sedang berkembang, kawasan agribisnis akan
berkembang dan kawasan agribisnis belum
berkembang.
Kawasan agribisnis sedang berkembang, yaitu
kawasan agribisnis yang mendapat dukungan SDA, SDM dan kelembagaan pendukung
usahatani tangguh serta memungkinkan berkembangnya suatu sistem agribisnis yang
pengelolaan usahataninya berkelanjutan. Kawasan
ini dicirikan dengan dapat diperolehnya dengan mudah segala kebutuhan untuk
usahatani, termasuk telah tersedianya sarana dan prasarana irigasi yang
memadai, seperti daerah Deli Serdang, Tapsel dan Simalungun-Sumut, Klaten-Yogyakarta,
Subang dan Karawang-Jabar, Maros-Sulsel, Pidie-Aceh, dan sebagainya.
Kawasan agribisnis akan berkembang, yaitu
kawasan agribisnis yang merupakan kawasan bukaan baru. Karena merupakan daerah
baru maka dukungan SDA maupun SDM serta kelembagaan pendukung usahataninya
belum berfungsi secara penuh. Kawasan
ini dicirikan dengan belum ditemukannya secara pasti komoditi agribisnis yang
dapat diandalkan untuk diusahakan secara berkelanjutan, masih bersifat uji coba
seperti daerah transmigrasi, daerah rencana perkebunan dan sebagainya.
Kawasan agribisnis belum berkembang yaitu
kawasan agribisnis yang belum dapat dikembangkan untuk usahatani, karena adanya
keterbatasan SDA, SDM, serta belum ada kelembagaan pendukung usahatani yang
efektif. Kawasan ini dicirikan dengan terbatasnya kemampuan lahan untuk
dimanfaatkan sebagai lahan agribisnis, tidak ada sumber air untuk kebutuhan tanaman
seperti pada lahan kritis, lahan tidur dan sebagainya.
Terhadap masing-masing kawasan agribisnis
tersebut diterapkan langkah-langkah operasional yang disusun berdasarkan
keperluan untuk menjawab persoalan-persoalan mendasar yang menjadi kendala dalam
penanggulangan kemiskinan pada masing-masing kawasan agribisnis, sesuai dengan
strategi penanggulangan seperti diuraikan diatas.
Langkah-langkah operasional tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut, yang disusun dengan memperhatikan urutan prioritas yang
dapat diterapkan sesuai dengan perkiraan kawasan pengembangan agribisnis.
No.
|
Langkah-langkah
Operasional
|
Kawasan Pengembangan
|
||
I
|
II
|
III
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
|
Pengembangan data dasar target penanggulangan
kemiskinan.
Penyediaan infrastruktur dan pemantapannya
Penyediaan dan pengembangan
lembaga keuangan pedesaan, misalnya BPR.
Pelaksanaan uji adaptasi lokal
berbagai komoditi.
Pengenalan dan penerapan
teknologi maju tepat guna.
Pengorganisasian usahatani untuk
mencapai skala ekonomi komersial
Pemantapan kelembagaan petani
sehingga petani memiliki suara menentukan dalam organisasi usahatani (dalam PIR, Perusahaan Inti )
Mengefektifkan KUD sebagai
lembaga pemasaran masukan dan hasil usahatani.
Memperkenalkan cara kerja LSM
pada lembaga-lembaga masyarakat desa dan atas desa.
Subsidi pupuk dan pestisida.
Mekanisasi usahatani (pembukaan
lahan ).
Pengembangan teknologi pasca panen, pengolahan, pengepakan, dan
pemasaran.
Pembinaan usaha unit-unit
perkreditan KUD oleh bank-bank pemerintah.
|
1
10
2
11
3
5
4
3
9
12
13
8
7
|
1
3
5
3
8
4
2
9
7
12
10
11
6
|
1
3
12
4
11
5
2
9
6
6
4
7
13
|
Keterangan : I. Kawasan agribisnis
sedang berkembang
II. Kawasan agribisnis akan
berkembang
III. Kawasan agribisnis
belum berkembang.
Angka dalam masing-masing kotak
menunjukkan urutan prioritas langkah-langkah operasional penanggulangan
kemiskinan pada tiap kawasan pengembangan agribisnis.
Penutup
Prestasi bangsa Indonesia dalam mencapai
swasembada beras patut disyukuri walaupun akhirnya prestasi tersebut tidak
dapat kita pertahankan, tetapi adanya kenyataan bahwa masyarakat yang miskin
justru paling banyak di daerah-daerah pertanian menjadikan kita prihatin,.
Perolehan sumber penghasilan utama masyarakat miskin tetap dari sektor pertaniannya. Oleh karenanya pertanian dalam hal ini
agribisnis mau tidak mau tetap menjadi andalan dalam mengentaskan kemiskinan.
Banyaknya kendala dalam usahatani, mendorong kita untuk secepat mungkin
melakukan penerapan program pertanian secara terpadu dalam pengembangan agribisnis.
Adanya pengembangan agribisnis diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan peningkatan pendapatan yang
pada gilirannya dapat semakin menyejahterakan masyarakat sesuai dengan amanah
pembangunan bangsa Indonesia.
Strategi dan langkah operasional penanggulangan
kemiskinan melalui pengembangan agribisnis akan efektif jika pelaksanaannya
diterapkan secara langsung pada masyarakat-masyarakat miskin sesuai dengan
kawasan penggembangan agribisnis. Sehingga hasilnya dapat di nikmati oleh
masyarakat setempat. Peran serta pemerintah dan swasta serta pihak lain yang
terkait adalah memberikan pengarahan, dukungan dan menciptakan iklim usaha yang
saling mendukung upaya penanggulangan
kemiskinan. Pemberian motivasi untuk membuka diri terhadap
kendala-kendala yang membelenggu masyarakat dalam alam kemiskinannya memerlukan
bentuk-bentuk penanganan langsung pada sasaran penyebab kemiskinan di kawasan agribisnis.
Dalam langkah-langkah operasional penanggulangan
kemiskinan melalui pengembangan agribisnis pada kawasan pengembangan agribisnis
disesuaikan dengan urutan prioritasnya. Hal ini di dasarkan atas posisi
masyarakat miskin serta beragamnya situasi dan kondisi masing-masing kawasan
yang berbeda dalam kemampuan SDA dan SDM serta lembaga pendukung kegiatan
usahatani.
Akhirnya, penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan
agribisnis memerlukan kesungguhan dan kerelaan semua pihak dalam mewujudkannya
sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar