Minggu, 14 Oktober 2012

PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS



PENANGGULANGAN KEMISKINAN

MELALUI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Oleh: Prof. Dr. M. Amin Aziz dan Ir. A. Masir Harahap *)


Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 hingga saat ini mengakibatkan sekira 90 Juta penduduk Indonesia (lebih 40 %) masuk dalam kategori miskin. Terlepas dari faktor-faktor utama apa yang menyebabkan krisis ekonomi yang berlarut-larut tersebut dan bahkan menjadi krisis multidimensional, program-program pembangunan khususnya dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus menjadi perhatian seluruh pihak, tidak hanya pemerintah yang apalagi akhir-akhir ini sangat kelabakan dengan masalah-masalah politik, keamanan dan ancaman disintegrasi bangsa yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab semakin meningkatnya angka kemiskinan tersebut.

Seperti diketahui, penduduk/anggota masyarakat Indonesia yang miskin tersebut pada umumnya adalah para petani yang memiliki lahan sempit (petani gurem), buruh tani, perambah hutan, nelayan tradisional, penggangur dan para drop-out sekolah atau lulusan sekolah yang belum bisa membiayai diri sendiri.

Ciri-ciri Kemiskinan

Berbagai penelitian tentang persoalan kemiskinan dan pemerataan pendapatan di Indonesia menunjukkan bahwa ciri-ciri  yang hampir sama dari waktu ke waktu tentang penduduk/anggota masyarakat yang miskin adalah: Pertama, sebagian besar sumber pendapatan utamanya adalah dari sektor pertanian. Kedua, rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga yang banyak. Ketiga, kepala rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga. Keempat, tingkat pendidikan kepala  rumah tangga maupun keluarganya rendah. Kelima, mereka yang telah  bekerja  masih mau menerima tambahan pekerjaan lagi bila di tawarkan. Keenam, kondisi tempat tinggal masih memprihatinkan terutama dalam hal penyediaan air bersih dan  listrik untuk penerangan. Ketujuh, mereka yang tidak memiliki faktor produksi, seperti tanah, modal ataupun ketrampilan yang cukup sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. Kedelapan, mereka yang tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Kesembilan, waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah dan mendapatkan tambahan penghasilan.

Selain itu ciri-ciri kemiskinan khususnya di daerah pedesaan ditunjukan dengan: (i) rumah tangga yang anggotanya bekerja di sektor pertanian adalah mereka yang menguasai tanah sangat marjinal (tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga), (ii) pengeluaran rumah tangga sebagian terbesar adalah untuk konsumsi makanan, (iii) pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar sektor pertanian, dan (iv) kesinambungan kerja kurang terjamin, karena mereka bekerja sebagai buruh musiman dengan upah yang sangat rendah.

Bagian terbesar penduduk miskin (sekira 60%) di Indonesia adalah petani. Di daerah pedesaan besarnya persentase rumah tangga miskin yang sumber penghasilan utamanya agribisnis adalah sekira 80 %. Sementara di kota-kota, masyarakat tani merupakan lapisan yang paling miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Penghasilan utama rumah tangga miskin di kota ternyata juga masih banyak bersumber dari sektor pertanian (sekira 20 %), meskipun lahan untuk bertani di perkotaan semakin terbatas. Di Sumatera Utara, penduduk yang bekerja di sektor pertanian merupakan jumlah terbesar yakni  53,73 % (BPS, 1999).
___________
*) Dirut dan Direktur Pusat Pengembangan Agribisnis Cabang Sumut

Oleh karenanya, bagaimanapun kebijaksanaan pembangunan didalam penanggulangan kemiskinan harus terpusat pada usaha peningkatan produksi pertanian. Hal ini sesuai dengan ciri dan karakter kita sebagai bangsa dan negara agraris, serta sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia, terutama penduduk miskin, menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Peningkatan produksi sektor pertanian sekaligus akan menaikkan tingkat pendapatan masyarakat tani yang pada gilirannya akan mengangkat mereka keluar dari kemiskinan.

Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia terutama di pedesaan telah cukup berhasil dengan dicapainya swasembada beras sejak tahun 1984, walaupun ternyata tidak dapat kita pertahankan terutama menjelang akhir abad 20 hingga saat ini. Usaha peningkatan pemerataan pendapatan di daerah pedesaan lebih baik bila di bandingkan daerah perkotaan karena persentase pendapatan yang di peroleh kelompok 40 % rendah di pedesaan, lebih tinggi dari yang di peroleh oleh kelompok 40 % rendah di perkotaan. Disamping itu, saat ini masih terus dikembangkan program-program kredit skala kecil seperti Kredit Ketahanan Pangan  (KKP) sebagai pengganti Kredit Usaha Tani (KUT) dengan melibatkan kelompok-kelompok, seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB), Koperasi Unit Desa (KUD) dan sebagainya.

Berbagai lembaga telah terus berupaya untuk ikut menanggulangi kemiskinan, diantaranya dengan menerapkan pola pengembangan usaha kecil dan kredit skala kecil, seperti yang telah dilakukan oleh BI dengan program/proyek pengembangan usaha kecil-menengah, BRI sebagai Bank pelaksana KUT atau sebagaimana dilakukan oleh Bukopin dengan sistim dan pola Grameen Bank (Catatan: Ciri-ciri khusus dari proyek perkreditan Grameen Bank ini adalah dengan mengarahkan sasaran pada masyarakat yang sangat miskin, tidak memerlukan garansi/kolateral, prosedurnya mudah, pembentukan kelompok swadaya, pilihan sendiri pada pinjaman yang diinginkan, tanggung jawab bersama/tanggung renteng kelompok, kredit kecil dan angsuran mingguan, pinjaman hanya untuk usaha ekonomi yang menghasilkan pendapatan, supervisi yang sering dan intensif, wajib simpan dalam dana kelompok, dan keterbukaan dalam bisnis. Sistim ini memerlukan staf pengembangan dan supervisi yang sangat baik).

Pola pengembangan usaha kecil dan kredit skala kecil yang dikembangkan pemerintah saat ini adalah dengan KKP yang dapat dianggap sebagai pengganti KUT dan dikaitkan dengan program ketahanan pangan nasional melalui Departemen Pertanian dan Kehutanan. Disamping itu pemerintah melalui Kantor Menneg Koperasi dan UKM sedang berupaya menggalakkan peran Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Unit Simpan Pinjam (KUSP) untuk mengggerakkan ekonomi rakyat/kerakyatan.

Program kredit kecil yang telah dilakukan dengan melibatkan kelompok-kelompok peserta telah menunjukkan keberhasilannya dalam meningkatkan berbagai usaha. Akan tetapi berdasarkan pengalaman dalam program kredit kecil ini, banyak berhasil pada bentuk-bentuk usaha di bidang usaha bukan pertanian. Seperti pedagang kecil, industri rumah tangga dan sebagainya. Hal ini terjadi karena usaha bukan pertanian tersebut dapat memberikan penghasilan rutin dalam jangka waktu yang pendek, sehingga memungkinkan peminjam dapat mengangsur pinjaman secara rutin dan pasti, misalnya simpanan harian atau mingguan.

Ketidakberhasilan dan macetnya program KUT untuk usaha pertanian yang sering dibicarakan akhir-akhir ini disamping banyak disebabkan oleh faktor mis-manajemen dan penyelewengan, juga secara teknis usaha pertanian yang pada umumnya untuk menikmati hasil panen diperlukan waktu yang cukup lama, yakni minimum tiga bulan. Di samping itu sering terjadi hasil panen terbentur pada masalah tidak ada jaminan pemasaran dan tidak ada jaminan harga jual. Juga, risiko iklim dan serangan hama/penyakit. Selama proses produksi maupun penanganan pasca panen banyak kendala yang mempengaruhi kualitas hasil. Selain itu dalam skala usaha ekonomi jumlah petani yang sedemikian banyak akan tetapi luas lahan yang di kuasainya kecil sehingga tidak memungkinkan dikelola dengan memberikan keuntungan ekonomi yang layak.

Keterlambatan pelaksanaan KKP menurut Mentanhut Prof. Dr. Bungaran Saragih lebih disebabkan oleh petani yang belum siap menerima dana tersebut karena mereka masih banyak hutang yang tak bisa dilepaskan dari kesalahan waktu lalu dimana penyaluran kredit/KUT dilakukan dengan sembarangan sehingga banyak menimbulkan kredit macet. Selain itu, terjadinya perubahan sistim penyaluran dari chanelling menjadi executing turut mempengaruhi keterlambatan realisasi KKP karena dengan pola yang baru ini, bank pelaksana harus menyediakan dana serta menanggung resiko bila terjadi kredit macet (Waspada, 13 Februari 2001). 

Akibat dari itu hampir seluruh usaha pertanian dalam pandangan program pengembangan usaha dan kredit usaha kecil di kategorikan pada usaha/komoditi yang berisiko tinggi. Oleh karenanya pola penanggulangan kemiskinan dalam usaha pertanian yang dapat memberikan keuntungan ekonomi hanya mungkin berhasil dengan pola penggembangan kawasan yang arealnya cukup luas dan di kembangkan dengan sistem agribisnis.


Sistim Agribisnis 

Agribisnis di artikan sebagai sebuah sistem dari kegiatan pra-panen, panen, pasca panen, dan pemasaran. Sebagai sebuah sistem  kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Beberapa prinsip pembangunan melalui pengembangan agribisnis adalah ; Pertama, berorientasi pasar (market-oriented), yaitu menempatkan pendekatan supply and demand sebagai pertimbangan utama (penting sekali peranan ketajaman analisis permintaan untuk masa yang akan datang). Kedua, menerapkan konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yaitu dengan memperhitungkan kesinambungan supply and demand dan sistem produksi jangka panjang. Untuk investasi tertentu perlu dilakukan PIL/AMDAL. Ketiga, keterkaitan sistem produksi dan pendukung perlu dijaga dan diseimbangkan, seperti penyediaan input (benih, pupuk, pestisida, bahan pembantu, tenaga kerja dan sebagainya), penyediaan kredit bank, unit-unit industri pengolahan, lembaga pemasaran (koperasi, asosiasi pemasaran, eksportir, agen, grosir dan sebagainya), lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan untuk menciptakan teknologi baru, konsultan, dan infrastruktur. Keempat, dukungan sistem informasi yakni adanya data yang akurat dan mudah didapat setiap waktu mengenai produksi, permintaan harga dan sebagainya. Kelima, tersedianya sistem yang efektif dan berkeadilan sehingga pihak yang memberikan usaha dan energi yang lebih banyak mendapat balas jasa/ganjaran yang setimpal. Misalnya, dalam proyek PIR, kapasitas pengolahan komoditi harus deselaraskan dengan produksi komoditi seluas hasil kebun plasmanya, sehingga para petani plasma turut di pertimbangkan dalam proses produksi. Selain itu diperbolehkannya para petani untuk memiliki  saham perusahaan, sehingga pada saatnya para petani secara bertahap mempunyai konstribusi dalam perkembangan perusahaan.

Dalam pengembangan agribisnis perlu di pertimbangkan pergeseran paradigma pembangunan pertanian yakni; Pertama, pendekatan terpusat diubah dengan otonomi yang lebih besar kedaerah yang saat ini dikenal sebagai otonomi daerah. Kedua, pergeseran sasaran dari menghasilkan komoditas kepada dukungan sumberdaya secara optimal. Ketiga, pendekatan pembangunan pertanian dari arah meningkatkan pendapatan petani bergeser kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Keempat, membangun pertanian dari dasar-dasar produksi skala subsisten ke skala komersial. Kelima, peningkatan produktifitas angkatan kerja dari teknologi padat karya menjadi teknologi alat dan mesin. Keenam, sarana pembangunan pertanian dari produk-produk primer ke kegiatan-kegiatan bernilai tambah. Ketujuh, pendekatan pembangunan dari peran pemerintah yang dominan bergeser ke peran masyarakat yang semakin besar.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi berikut ini. Pertama, program penanggulangan kemiskinan hanya dapat berjalan baik dan efektif apabila ada suasana tentram dan stabil, serta pertumbuhan penduduk dapat di kendalikan. Kedua, program penanggulangan kemiskinan harus dikaitkan dengan kelestarian lingkungan sehingga memungkinkan distribusi kesejahteraan antarwarga masyarakat dapat merata. Ketiga, program penanggulangan kemiskinan harus merupakan program yang berkelanjutan, yaitu program yang dapat terus menerus berjalan secara bertahap dan dapat meningkatkan  kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri mereka sendiri (mandiri). Untuk itu harus ada perbaikan akses terhadap sumberdaya, teknologi, pasar dan sumber pembiayaan. Kelima, pendelegasian wewenang atau desentralisasi dalam rangka otonomi daerah di bidang perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap program penanggulangan kemiskinan. Keenam, tekanan yang paling utama seyogyanya di berikan pada pengembangan SDM yang menyangkut aspek pendidikan dan kesehatan. Ketujuh, pelayanan bagi orang jompo, penderita cacat, yatim piatu dan kelompok masyarakat lain yang memerlukan, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya menanggulangi kemiskinan. Program ini bersifat khusus dan dilaksanakan secara efektif.

Langkah-langkah Operasional  

Untuk mewujudkan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan agribisnis harus dilakukan dengan pendekatan pembangunan kawasan agribisnis. Kawasan pengembangan agribisnis dapat dikategorikan dalam tiga type yaitu kawasan agribisnis sedang berkembang, kawasan agribisnis akan berkembang dan kawasan agribisnis  belum berkembang.

Kawasan agribisnis sedang berkembang, yaitu kawasan agribisnis yang mendapat dukungan SDA, SDM dan kelembagaan pendukung usahatani tangguh serta memungkinkan berkembangnya suatu sistem agribisnis yang pengelolaan usahataninya berkelanjutan.  Kawasan ini dicirikan dengan dapat diperolehnya dengan mudah segala kebutuhan untuk usahatani, termasuk telah tersedianya sarana dan prasarana irigasi yang memadai, seperti daerah Deli Serdang, Tapsel dan Simalungun-Sumut, Klaten-Yogyakarta, Subang dan Karawang-Jabar, Maros-Sulsel, Pidie-Aceh, dan sebagainya.

Kawasan agribisnis akan berkembang, yaitu kawasan agribisnis yang merupakan kawasan bukaan baru. Karena merupakan daerah baru maka dukungan SDA maupun SDM serta kelembagaan pendukung usahataninya belum berfungsi secara  penuh. Kawasan ini dicirikan dengan belum ditemukannya secara pasti komoditi agribisnis yang dapat diandalkan untuk diusahakan secara berkelanjutan, masih bersifat uji coba seperti daerah transmigrasi, daerah rencana perkebunan  dan sebagainya.

Kawasan agribisnis belum berkembang yaitu kawasan agribisnis yang belum dapat dikembangkan untuk usahatani, karena adanya keterbatasan SDA, SDM, serta belum ada kelembagaan pendukung usahatani yang efektif. Kawasan ini dicirikan dengan terbatasnya kemampuan lahan untuk dimanfaatkan sebagai lahan agribisnis, tidak ada sumber air untuk kebutuhan tanaman seperti pada lahan kritis, lahan tidur dan sebagainya.

Terhadap masing-masing kawasan agribisnis tersebut diterapkan langkah-langkah operasional yang disusun berdasarkan keperluan untuk menjawab persoalan-persoalan mendasar yang menjadi kendala dalam penanggulangan kemiskinan pada masing-masing kawasan agribisnis, sesuai dengan strategi penanggulangan seperti diuraikan diatas.

Langkah-langkah operasional tersebut dapat dilihat pada tabel berikut, yang disusun dengan memperhatikan urutan prioritas yang dapat diterapkan sesuai dengan perkiraan kawasan pengembangan agribisnis.

No.
Langkah-langkah Operasional
 Kawasan Pengembangan


I
II
III
1.


2.

3.


4.

5.

6.


7.



8.


9.


10.

11.

12.


13.
Pengembangan data dasar target penanggulangan kemiskinan.

Penyediaan  infrastruktur dan pemantapannya

Penyediaan dan pengembangan lembaga keuangan pedesaan, misalnya BPR.

Pelaksanaan uji adaptasi lokal berbagai komoditi.

Pengenalan dan penerapan teknologi maju tepat guna.

Pengorganisasian usahatani untuk mencapai skala ekonomi komersial

Pemantapan kelembagaan petani sehingga petani memiliki suara menentukan dalam organisasi usahatani   (dalam PIR, Perusahaan Inti )

Mengefektifkan KUD sebagai lembaga pemasaran masukan dan hasil usahatani.

Memperkenalkan cara kerja LSM pada lembaga-lembaga masyarakat desa dan atas desa.

Subsidi pupuk dan pestisida.

Mekanisasi  usahatani (pembukaan lahan ).

Pengembangan   teknologi  pasca panen, pengolahan, pengepakan, dan pemasaran.

Pembinaan usaha unit-unit perkreditan KUD oleh bank-bank pemerintah.
1


10

2


11

3

5


4



3


9


12

13

8


7
1


3

5


3

8

4


2



9


7


12

10

11


6
1


3

12


4

11

5


2



9


6


6

4

7


13


Keterangan : I. Kawasan agribisnis sedang berkembang
                    II. Kawasan agribisnis akan berkembang
                   III. Kawasan agribisnis belum berkembang.

Angka dalam masing-masing kotak menunjukkan urutan prioritas langkah-langkah operasional penanggulangan kemiskinan pada tiap kawasan pengembangan agribisnis.


Penutup

Prestasi bangsa Indonesia dalam mencapai swasembada beras patut disyukuri walaupun akhirnya prestasi tersebut tidak dapat kita pertahankan, tetapi adanya kenyataan bahwa masyarakat yang miskin justru paling banyak di daerah-daerah pertanian menjadikan kita prihatin,. Perolehan sumber penghasilan utama masyarakat miskin tetap dari sektor pertaniannya.  Oleh karenanya pertanian dalam hal ini agribisnis mau tidak mau tetap menjadi andalan dalam mengentaskan kemiskinan. Banyaknya kendala dalam usahatani, mendorong kita untuk secepat mungkin melakukan penerapan program pertanian secara terpadu dalam pengembangan agribisnis. Adanya pengembangan agribisnis diharapkan secara langsung  maupun tidak langsung  dapat memberikan peningkatan pendapatan yang pada gilirannya dapat semakin menyejahterakan masyarakat sesuai dengan amanah pembangunan bangsa Indonesia.

Strategi dan langkah operasional penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan agribisnis akan efektif jika pelaksanaannya diterapkan secara langsung pada masyarakat-masyarakat miskin sesuai dengan kawasan penggembangan agribisnis. Sehingga hasilnya dapat di nikmati oleh masyarakat setempat. Peran serta pemerintah dan swasta serta pihak lain yang terkait adalah memberikan pengarahan, dukungan dan menciptakan iklim usaha yang saling mendukung upaya penanggulangan  kemiskinan. Pemberian motivasi untuk membuka diri terhadap kendala-kendala yang membelenggu masyarakat dalam alam kemiskinannya memerlukan bentuk-bentuk penanganan langsung pada sasaran penyebab  kemiskinan di kawasan agribisnis.

Dalam langkah-langkah operasional penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan agribisnis pada kawasan pengembangan agribisnis disesuaikan dengan urutan prioritasnya. Hal ini di dasarkan atas posisi masyarakat miskin serta beragamnya situasi dan kondisi masing-masing kawasan yang berbeda dalam kemampuan SDA dan SDM serta lembaga pendukung kegiatan usahatani.

Akhirnya, penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan agribisnis memerlukan kesungguhan dan kerelaan semua pihak dalam mewujudkannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar